Dari Abu Amr - ada yang mengatakan Abu Amrah -
Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi rodhiallohu ‘anhu. Dia berkata, “Wahai
Rasulullah, Katakanlah kepadaku suatu perkataan tentang Islam, yang tidak
mungkin aku tanyakan kepada siapa pun selain kepadamu.” Rasulullah
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, ” Katakanlah: “Aku beriman kepada
Alloh, lalu istiqomahlah.” (HR Muslim)[1]
Kedudukan Hadits
Hadits ini berisi wasiat yang sangat mungkin mencakup seluruh urusan dien.
Hadits ini berisi wasiat yang sangat mungkin mencakup seluruh urusan dien.
Al-Iman Billah
Iman kepada Alloh sudah dijelaskan pada hadits ke-dua.
Iman kepada Alloh sudah dijelaskan pada hadits ke-dua.
AL ISTIQOMAH
Istiqomah adalah teguh dan terus menerus di atas agama, yaitu senantiasa taat pada Alloh dan menjauhi segala yang mendatangkan murka Alloh. Istiqomah meliputi urusan zhohir dan batin, yaitu amalan jawarih (anggota badan) dan amalan hati.
Istiqomah adalah teguh dan terus menerus di atas agama, yaitu senantiasa taat pada Alloh dan menjauhi segala yang mendatangkan murka Alloh. Istiqomah meliputi urusan zhohir dan batin, yaitu amalan jawarih (anggota badan) dan amalan hati.
Beriman dan Istiqomah
Dari Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah Sufyan bin
Abdillah rodhiallohu ‘anhu, aku berkata: wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam ajarkanlah kepadaku dalam (agama) islam ini ucapan (yang mencakup semua
perkara islam sehingga) aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada
orang lain selain engkau, (maka) Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “ucapkanlah: “aku beriman kepada Allah”, kemudian beristiqomahlah
dalam ucapan itu” (HR. Muslim, no. hadits: 38)
Biografi Perawi Hadits
Sahabat yang
meriwayatkan hadits ini adalah Sufyan bin ‘Abdillah bin Rabi’ah bin Al Harits
Ats Tsaqafi rodhiallohu ‘anhu, kunyah beliau adalah Abu ‘Amr, ada juga yang
mengatakan: Abu ‘Amrah, beliau adalah sahabat yang mulia yang menjabat gubernur
wilayah Ath Thaif pada jaman kekhalifahan ‘Umar bin Al Khaththab rodhiallohu
‘anhu, hadits ini adalah satu-satunya hadits yang beliau riwayatkan yang
terdapat dalam Al Kutubus sittah (kitab hadits yang enam) Lihat Tahdzibut
Tahdzib (4/115).
Kedudukan Hadits
Hadits ini mengandung wasiat (nasihat) yang sangat besar
manfaatnya dan mencakup semua perkara agama, dan termasuk Jawami’ul kalim
(hadits-hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang lafaznya singkat
tapi maknanya padat). Lihat Ad Durarus Saniyyah (hal. 86) dan Jami’ul ‘Ulum
(hal. 510).
Beberapa Masalah Penting yang Terkandung
Dalam Hadits Ini
Pertama:
Besarnya semangat para Sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam dalam menanyakan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka, dan tujuan mereka
dalam menanyakan hal-hal tersebut adalah benar-benar untuk mengilmui
(mengetahui) dan mengamalkannya, bukan hanya semata-mata untuk pengetahuan,
karena ilmu yang tidak dibarengi amal adalah seperti pohon yang tidak memiliki
buah, Allah ‘azza wa jalla berfirman tentang hamba-hambaNya yang
bertakwa:
“Dan orang-orang yang mendapat petunjuk,
Allah menambahkan petunjuk kepada mereka dan menganugerahkan kepada mereka
ketakwaannya” (QS Muhammad:17)
Imam Al Khatib Al Baghdadi berkata: Seorang
penuntut ilmu hendaknya menjadikan urusan-urusan kehidupannya berbeda dengan
kebiasaan orang-orang awam, dengan selalu berusaha mengamalkan hadits-hadits
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam (dalam setiap urusannya) semaksimal
mungkin dan menerapkan sunnah-sunnah Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam
dirinya, karena sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu” (QS. Al Ahzaab:
21)
Kemudian Al Khatib Al Baghdadi menyebutkan
kisahnya Abu ‘Ishmah ‘Ashim bin ‘Isham, dia berkata: Suatu malam aku menginap di
rumah Imam Ahmad bin Hambal, beliau membawakan air (untuk aku gunakan ketika
berwudhu) dan beliau meletakkan air itu (di dekatku), maka besok paginya dia
melihat air itu (dan mendapatinya tetap) seperti semula (tidak aku pakai untuk
berwudhu), maka beliau pun berkata: Subhanallah, seorang penuntut ilmu tidak
punya wirid (zikir/bacaan Al Quran yang terus dilakukan oleh seseorang) pada
malam hari? Al Jami’ Liakhlaqirraawi wa Adabissaami’ (1/215), lihat Ad Durarus
Saniyyah (hal. 85)
Kedua:
Iman kepada Allah ‘azza wa jalla mencakup semua hal yang wajib
diyakini dalam landasan dan pokok-pokok keimanan dari apa-apa yang Allah ‘azza
wa jalla beritakan tentang diri-Nya, malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para
rasul-Nya, hari akhir dan takdir yang baik maupun yang buruk,yang disertai
dengan amalan-amalan dalam hati, ketaatan dan ketundukan yang sepenuhnya lahir
dan batin kepada Allah ‘azza wa jalla.
Ketiga:
Keharusan untuk tetap istiqomah dalam keimanan sampai di akhir
hayat, dan makna istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar)
dengan tidak berpaling darinya ke kiri maupun ke kanan, dan ini semua mencakup
pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah ‘azza wa jalla) lahir dan batin,
dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya Jami’ul ‘Ulum wal Hikam (hal. 510).
Dan perintah untuk beristiqomah disebutkan dalam banyak ayat Al Quran, di
antaranya firman Allah ‘azza wa jalla:
“Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan:”Robb kami ialah Allah” kemudian mereka beristiqomah (meneguhkan
pendirian mereka), maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan
mengatakan):”Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan
bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah
kepadamu” (QS. Fushshilat: 30), dan firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan:”Robb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap beristiqomah, maka
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita,
mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan
atas apa yang telah mereka kerjakan (di dunia)” (QS. Al Ahqaaf:
13-14)
Akan tetapi, bagaimana pun juga seorang hamba
tidak mungkin dapat terus-menerus sempurna dalam istiqomah, karena bagaimana pun
manusia tidak akan luput dari kesalahan dan kelalaian yang menyebabkan
berkurangnya nilai keistiqomahannya, oleh karena itu Allah ‘azza wa jalla
memberikan jalan keluar bagi hamba-Nya yang bertakwa untuk mengatasi keadaan ini
dan memperbaiki kekurangan tersebut, yaitu dengan beristigfar (meminta ampun
kepada Allah ‘azza wa jalla) dari semua dosa dan kesalahan, Allah berfirman:
“Maka beristiqomahlah (tetaplah) pada jalan
yang lurus menuju kepada Allah dan mohonlah ampun kepada-Nya” (QS. Fushshilat:
6), dan istigfar di sini mengandung pengertian bertaubat dan kembali kepada
keistiqamahan. Dan ayat ini semakna dengan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam: kepada Mu’adz bin Jabal radhiallohu ‘anhu: “Bertakwalah kepada
Alloh di mana pun kamu berada, ikutilah perbuatan yang buruk dengan perbuatan
baik, maka perbuatan baik itu akan menghapuskan (dosa) perbuatan buruk tersebut,
dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik” (Hadits hasan riwayat Imam
Ahmad 5/153, dan At Tirmidzi no. hadits 1987) Ibid.
Keempat
Dalam Al Quran dan hadits-hadits yang
shahih Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam telah
menjelaskan sebab-sebab untuk tetap teguh dan istiqomah dalam keimanan, dan kami
akan sebutkan dalam makalah ini beberapa sebab penting di antara sebab-sebab
tersebut sebagai berikut:
1. Memahami dan mengamalkan dua kalimat
syahadat dengan baik dan benar
Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang
beriman dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam kehidupan di dunia dan di akhirat,dan
Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki”
(QS. Ibrahim: 27)
Makna ‘ucapan yang teguh’ dalam ayat ini adalah
dua kalimat syahadat yang dipahami dan diamalkan dengan benar, sebagaimana yang
ditafsirkan sendiri oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya (jilid 4, hal.
1735):
Dari Baro’ bin ‘Azib rodhiallahu ‘anhu
bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “seorang muslim
ketika dia ditanya (diuji) di dalam kuburnya (oleh malaikat Munkar dan Nakir)
maka dia akan bersaksi bahwa ‘tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah’
(لا إله إلا الله) dan ‘Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah
utusan Allah’ (محمد رسول الله), itulah makna Firman-Nya: “Allah
meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam
kehidupan di dunia dan di akhirat”.
2. Membaca Al Quran dengan menghayati dan
merenungkannya
Al Quran adalah sumber
peneguh iman yang paling utama bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana firman
Alloh:
“Katakanlah: ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan
Al Quran itu dari Robb-mu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang
beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri (kepada Allah)” (QS. An Nahl: 102)
Allah ‘azza wa jalla telah menjelaskan dalam Al
Quran bahwa tujuan diturunkannya Al Quran secara berangsur angsur adalah untuk
menguatkan dan meneguhkan hati Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam , Allah
‘azza wa jalla berfirman:
“Berkatalah orang-orang yang kafir: mengapa
Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?; demikianlah supaya
Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan
benar)” (QS. Al Furqon: 32)
3. Berkumpul dan bergaul bersama
orang-orang yang bisa membantu meneguhkan iman.
Allah menyatakan dalam Al Quran bahwa salah satu di antara sebab
utama yang membantu menguatkan iman para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam adalah keberadaan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam di
tengah-tengah mereka. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi
kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rosul-Nya pun
berada di tengah-tengah kalian? Dan barang siapa yang berpegang teguh kepada
(agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang
lurus” (QS. Ali ‘Imran: 101)
Dalam ayat lain Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur)” (QS. At
Taubah: 119)
Dalam sebuah hadist yang hasan Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya di antara manusia ada
orang-orang yang keberadaan mereka sebagai pembuka (pintu) kebaikan dan penutup
(pintu) kejelekan” (Hadits hasan riwayat Ibnu Majah dalam kitab “Sunan” (jilid
1, hal. 86) dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman” (jilid 1, hal. 455) dan
Imam-imam lainnya, dan dihasankan oleh Syekh Al Albani)
4. Berdoa kepada
Alloh
Dalam Al Quran Allah ‘azza wa jalla
memuji orang-orang yang beriman yang selalu berdoa kepada-Nya untuk meminta
keteguhan iman ketika menghadapi ujian. Allah ‘azza wa jalla berfirman
:
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang
bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka
tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak
lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang sabar.
Tidak ada do’a mereka selain ucapan: ‘Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami
dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan
teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir’. Karena
itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di
akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (Ali ‘Imran:
146-148)
Dalam ayat lain Allah ‘azza wa jalla
berfirman:
“Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas
diri kami, dan teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap
orang-orang kafir” (QS. Al Baqoroh: 250)
5. Membaca kisah-kisah para Nabi dan
Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam serta orang-orang shalih yang terdahulu untuk
mengambil suri teladan.
Dalam Al Quran banyak diceritakan kisah-kisah
para Nabi, rasul, dan orang-orang yang beriman yang terdahulu, yang Allah
jadikan untuk meneguhkan hati Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan
mengambil teladan dari kisah-kisah tsb ketika menghadapi permusuhan orang-orang
kafir. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami
ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan
dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan
bagi orang-orang yang beriman.” (Surat 11. HUD - Ayat 120)
Biografi Perawi Hadits
Sahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Sufyan bin ‘Abdillah bin Rabi’ah bin Al Harits Ats Tsaqafi rodhiallohu ‘anhu, kunyah beliau adalah Abu ‘Amr, ada juga yang mengatakan: Abu ‘Amrah, beliau adalah sahabat yang mulia yang menjabat gubernur wilayah Ath Thaif pada jaman kekhalifahan ‘Umar bin Al Khaththab rodhiallohu ‘anhu, hadits ini adalah satu-satunya hadits yang beliau riwayatkan yang terdapat dalam Al Kutubus sittah (kitab hadits yang enam) Lihat Tahdzibut Tahdzib (4/115).
Hadits ini mengandung wasiat (nasihat) yang sangat besar manfaatnya dan mencakup semua perkara agama, dan termasuk Jawami’ul kalim (hadits-hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang lafaznya singkat tapi maknanya padat). Lihat Ad Durarus Saniyyah (hal. 86) dan Jami’ul ‘Ulum (hal. 510).
Besarnya semangat para Sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam menanyakan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka, dan tujuan mereka dalam menanyakan hal-hal tersebut adalah benar-benar untuk mengilmui (mengetahui) dan mengamalkannya, bukan hanya semata-mata untuk pengetahuan, karena ilmu yang tidak dibarengi amal adalah seperti pohon yang tidak memiliki buah, Allah ‘azza wa jalla berfirman tentang hamba-hambaNya yang bertakwa:
Iman kepada Allah ‘azza wa jalla mencakup semua hal yang wajib diyakini dalam landasan dan pokok-pokok keimanan dari apa-apa yang Allah ‘azza wa jalla beritakan tentang diri-Nya, malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para rasul-Nya, hari akhir dan takdir yang baik maupun yang buruk,yang disertai dengan amalan-amalan dalam hati, ketaatan dan ketundukan yang sepenuhnya lahir dan batin kepada Allah ‘azza wa jalla.
Keharusan untuk tetap istiqomah dalam keimanan sampai di akhir hayat, dan makna istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling darinya ke kiri maupun ke kanan, dan ini semua mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah ‘azza wa jalla) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya Jami’ul ‘Ulum wal Hikam (hal. 510). Dan perintah untuk beristiqomah disebutkan dalam banyak ayat Al Quran, di antaranya firman Allah ‘azza wa jalla:
Dalam Al Quran dan hadits-hadits yang shahih Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan sebab-sebab untuk tetap teguh dan istiqomah dalam keimanan, dan kami akan sebutkan dalam makalah ini beberapa sebab penting di antara sebab-sebab tersebut sebagai berikut:
Al Quran adalah sumber peneguh iman yang paling utama bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana firman Alloh:
Allah menyatakan dalam Al Quran bahwa salah satu di antara sebab utama yang membantu menguatkan iman para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah keberadaan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah mereka. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
Dalam Al Quran Allah ‘azza wa jalla memuji orang-orang yang beriman yang selalu berdoa kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman ketika menghadapi ujian. Allah ‘azza wa jalla berfirman :