Hadits Ke-6
An-Nu'man bin Basyir berkata, "Saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda, 'Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan
di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat (syubhat / samar, tidak jelas
halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang
menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan agamanya.
Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti penggembala di
sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah
bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah
larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam
tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik;
dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak.
Ketahuilah, dia itu adalah hati.'" (HR. Bukhori)[1]
Kedudukan Hadits
Tentang kedudukan hadits ini sudah disebutkan pada penjelasan hadits pertama.
Tentang kedudukan hadits ini sudah disebutkan pada penjelasan hadits pertama.
Musytabihat
Musytabihat adalah segala sesuatu yang belum diketahui secara jelas hukumnya, apakah termasuk halal atau termasuk haram. Mustabihat sifatnya nisbi, artinya ketidakjelasan tersebut terjadi pada sebagian orang dan tidak pada semua orang. Dengan demikian tidak ada satu pun sesuatu yang mustabihat secara mutlak, dimana semua orang tidak mengetahui kejelasan hukumnya.
Musytabihat adalah segala sesuatu yang belum diketahui secara jelas hukumnya, apakah termasuk halal atau termasuk haram. Mustabihat sifatnya nisbi, artinya ketidakjelasan tersebut terjadi pada sebagian orang dan tidak pada semua orang. Dengan demikian tidak ada satu pun sesuatu yang mustabihat secara mutlak, dimana semua orang tidak mengetahui kejelasan hukumnya.
Musytabihat dapat terjadi dalam 2 keadaan sebagai
berikut:
1. Ketika para ulama tawakuf tentang hukum suatu masalah.
2. Ketika seseorang yang bukan ulama merasa tidak mengetahui secara jelas tentang hukum suatu masalah.
1. Ketika para ulama tawakuf tentang hukum suatu masalah.
2. Ketika seseorang yang bukan ulama merasa tidak mengetahui secara jelas tentang hukum suatu masalah.
Dalam kedua keadaan tersebut semestinya seseorang
tidak melangkah sehingga perkaranya sudah jelas, baik tatkala ulamanya sudah
tidak tawakuf lagi atau sudah menanyakan kepada ahlinya.
Menghindari Mustabihat Identik dengan
Menjaga Agama dan Kehormatan
Orang mukmin berkewajiban untuk memelihara agama dan kehormatannya. Kewajiban ini bisa terlaksana dengan cara menghindari Mustabihat. Hal itu karena:
1. Dengan menghindari Mustabihat maka secara otomatis dia terhindar dari yang haram dan dengan terhindar dari yang haram terjagalah agamanya.
2. Adakalanya orang yang tidak menghindari Mustabihat akan dianggap orang yang rendah agamanya dan tidak memiliki ketaqwaan, dengan demikian ternodailah kehormatannya. Berbeda jika dia menghindari Mustabihat maka aggapan seperti itu akan jauh darinya, dengan demikian terjagalah kehormatannya.
Orang mukmin berkewajiban untuk memelihara agama dan kehormatannya. Kewajiban ini bisa terlaksana dengan cara menghindari Mustabihat. Hal itu karena:
1. Dengan menghindari Mustabihat maka secara otomatis dia terhindar dari yang haram dan dengan terhindar dari yang haram terjagalah agamanya.
2. Adakalanya orang yang tidak menghindari Mustabihat akan dianggap orang yang rendah agamanya dan tidak memiliki ketaqwaan, dengan demikian ternodailah kehormatannya. Berbeda jika dia menghindari Mustabihat maka aggapan seperti itu akan jauh darinya, dengan demikian terjagalah kehormatannya.
Menerjang Mustabihat Identik dengan
Menjerumuskan Diri ke dalam Keharaman
Orang mukmin dilarang melakukan sesuatu sehingga dia mengetahui hukumnya, maka seseorang yang menerjang Mustabihat dia akan terjerumus ke dalam yang haram ditinjau dari 2 sisi sebagai berikut :
1. Melanggar larangan, karena telah melakukan sesuatu yang belum jelas hukumnya.
2. Bisa jadi yang dia lakukan hukumnya haram sementara dia tidak menyadarinnya karena belum jelas hukumnya.
Orang mukmin dilarang melakukan sesuatu sehingga dia mengetahui hukumnya, maka seseorang yang menerjang Mustabihat dia akan terjerumus ke dalam yang haram ditinjau dari 2 sisi sebagai berikut :
1. Melanggar larangan, karena telah melakukan sesuatu yang belum jelas hukumnya.
2. Bisa jadi yang dia lakukan hukumnya haram sementara dia tidak menyadarinnya karena belum jelas hukumnya.
Sesuatu yang Diperselisihkan Hukumnya Tidak
Identik dengan Mustabihat.Banyak masalah yang diperselisihkan status
halal dan haramnya oleh para ulama. Tindakan menyelamatkan diri dari perbedaan
ulama adalah suatu kemuliaan, namun tidak dalam seluruh masalah. Memilih
pendapat yang lebih kuat, sekalipun dinilai haram oleh pihak yang lain, tidaklah
termasuk menerjang Mustabihat apalagi menerjang keharaman.
Hati, Otak Dan
Akal
Hati adalah tempat bersemayamnya akal dan rumah ruh. Akal adalah alat untuk memahami dan mangetahui baik-buruk dan benar-salah. Sedangkan otak adalah penyampai data kepada akal. Dengan demikian, yang bisa memahami dalil-dalil syariƔt adalah akal.
Hati adalah tempat bersemayamnya akal dan rumah ruh. Akal adalah alat untuk memahami dan mangetahui baik-buruk dan benar-salah. Sedangkan otak adalah penyampai data kepada akal. Dengan demikian, yang bisa memahami dalil-dalil syariƔt adalah akal.
Catatan
Kaki:
[1] Saya (Sofyan Efendi) mengambil hadits ke-6 ini
langsung dari kitab Ringkasan Shahih Bukhari karya Al-Albani, karena saya
melihat arti (terjemahan) yang disampaikan kurang tepat. Tulisan aslinya adalah
sebagai berikut: Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir
rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu
‘alaihi wasallam bersabda: ’Sesungguhnya sesuatu
yang halal telah jelas serta yang haram juga telah jelas dan diantara keduanya
terdapat perkara-perkara syubhat (yang masih samar/tidak jelas); yang kebanyakan
manusia tidak mengetahui (hukum)nya. Barangsiapa yang berhati-hati terhadap
perkara syubhat, maka sesungguhnya dia telah menyelamatkan agama dan
kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus kepada perkara syubhat,
pasti akan
terjerumus kepada yang haram. Seperti halnya seorang penggembala yang
menggembala di sekitar daerah larangan, sehingga dikhawatirkan hampir-hampir
(menggembala) di dalamnya. Ingatlah bahwa tiap-tiap raja mempunyai larangan.
Ingatlah bahwa larangan Alloh adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa
di dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik, maka baiklah seluruh tubuhnya,
jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ingatlah, ia adalah jantung.” (HR. Bukhori dan
Muslim). Padahal kalimat yang tepat bukan menyatakan "pasti", tapi
"hampir-hampir" serta segumpal daging tersebut adalah "hati", bukan "jantung".
Wallaahu'alam. Saya memohon ampun kepada Allah jika seandainya saya yang
salah.